MANADO – Pembangunan Museum Holocaust Yahudi di Tondano, Sulawesi Utara, diapresiasi Wakil Gubernur Sulawesi Utara (Sulut) Steven Kandouw.
Steven mengatakan keberadaan Museum Holocaust itu menjadi catatan sejarah dunia.
“Apresiasi yang tinggi atas dibangunnya gedung museum pertama di Asia Tenggara di Tondano Minahasa. Ini menjadi catatan sejarah, karena bukan hanya se-Indonesia, tapi se-Asia Tenggara,” ujar Steven, Jumat (28/1)melansir cnnindonesia.com
Dia mengungkapkan, sebuah kehormatan besar Minahasa bisa menjadi lokasi pembangunan museum tersebut. Menurutnya, pembangunan museum itu sudah tepat, karena hidup antarumat beragama di Sulut sangat baik.
Steven pun menerima kunjungan Duta Besar Jerman untuk RI, Ina Lapel. Ia menyebut Dubes Jerman sudah melihat langsung bagaimana kehidupan antarumat beragama di Sulut.
“Ia tertarik dan respek terhadap kerukunan di Sulut,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Steven pun berharap pemerintah daerah bisa menjalin kerja sama dengan negara Jerman, baik dari sektor ekonomi, pendidikan, maupun teknologi.
“Dubes Jerman menyatakan akan melakukan kerja sama investasi di Sulut,” ucapnya.
Sebelumnya Duta Besar Jerman untuk RI, Ina Lepel mengumumkan pembukaan Museum Holocaust Yahudi di Minahasa, Sulut. Lapel menegaskan bahwa Jerman akan selalu mendukung peringatan terhadap kejadian yang dapat menjadi pelajaran universal tersebut.
Namun, keberadaan museum tersebut mendapat kecaman dari sejumlah pihak di Indonesia, salah satunya MUI.
Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri, Sudarnoto Abdul Hakim mendesak pembangunan Museum Holocaust di Minahasa, Sulawesi Utara disetop. Sudarnoto mengklaim pembangunan museum itu melukai masyarakat Palestina.
“Pembangunan museum itu harus dihentikan. Saya mohon Pemda bersama dengan masyarakat di sana, MUI dan ormas dan kekuatan civil society harus bangun sensitivitas juga. Karena ini melukai masyarakat Palestina,” kata Sudarnoto.
Sementara Hadassah of Indonesia, organisasi yang bergerak terkait isu Yahudi dan Israel menyebut tidak ada Museum Holocaust di Minahasa. Barang-barang terkait Holocaust hanya untuk kepentingan pameran yang berlangsung selama satu tahun.
“Setahu saya itu pameran Holocaust di Sinagoga di Minahasa. Itu pameran selama 1 tahun. Jadi bukan museum. Karena bangunannya utama fungsinya Sinagoga. Dan itu tak masalah sebetulnya,” ujar pendiri Hadassah of Indonesia, Monique Rijkers.*