JAKARTA – Puasa bukan saja sekedar menahan lapar dan haus, tapi juga menjaga hawa nafsu tindakan bahkan lisan kita.
Lantas bagaimana dengan Ghibah atau bergosip saat berpuasa?
Ghibah atau membicarakan aib orang lain alias bergosip adalah salah satu perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT. Bukan hanya saat sedang berpuasa, Ghibah seharusnya tidak dilakukan bahkan saat tidak sedang berpuasa
Namun sayangnya bergosip nampaknya sudah menjadi hal biasa di tengah masyarakat meski sedang menjalani ibadah puasa
Lantas apa hukum membicarakan orang lain saat sedang berpuasa?
Di video Tanya Ustaz dalam Youtube Channel Tribunnews.com, Abdul Matin bin Sakman, Wakil Rektor Bidang Akademik dan Pengembangan Lembaga IAIN Surakarta, mengungkapkan bahwa pada dasarnya puasa adalah menahan diri dari segala yang dilarang oleh agama.
Menurut Abdul, puasa bukan hanya sekadar menahan lapar dan syahwat, tetapi juga menjaga lisan.
Dalam rangka menjaga puasa, terutama di zaman modern sekarang ini, ghibah atau menggunjing orang lain tidak hanya ditemukan dalam bentuk lisan.
Ghibah juga dapat ditemukan di media sosial, seperti pesan teks pada Whatsapp, Instagram, Facebook, dan aplikasi-aplikasi yang dapat digunakan untuk menyebarkan hoaks maupun fakta yang tidak disukai oleh kelompok atau individu tertentu.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan kepada kita, ghibah adalah menyebutkan, menceritakan apa yang senyatanya terjadi kepada orang lain atas apa yang terjadi kepada temanmu, meski kejadian itu adalah faktual. Tetapi yang bersangkutan, meskipun ini faktual, tidak suka apabila keburukannya itu diungkapkan kepada orang lain,” terang Abdul.
Oleh karena itu, Abdul menambahkan, kita harus berhati-hati dalam membagikan cerita atau pengalaman pribadi saat menjalankan ibadah puasa, karena itu termasuk dalam kategori ghibah.
Apalagi, saat ini banyak sekali bermunculan cerita-cerita yang bersumber dari hoaks atau berita palsu.
Jangankan berita palsu, dalam Islam, menceritakan yang sesungguhnya terjadi tetapi tidak disukai oleh orang lain ketika kita menceritakannya, adalah hal yang dilarang.
Menurut Abdul, puasa seseorang yang ghibah atau membicarakan orang lain adalah sah, tetapi tidak maknawi.
“Dia memang menjalankan ibadah puasa sejak terbit fajar hingga matahari tenggelam dan gugur dari kewajiban berpuasa. Namun, dia tidak akan mendapatkan sedikitpun pahala dari puasa tersebut”, jelas Abdul.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلُ الزُّوْرِ وَالعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ عَزَّوَجَلَّ حَاجَةٌ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan (tetap) mengamalkannya, maka tidaklah Allah Azza wa Jalla butuh (atas perbuatannya meskipun) meninggalkan makan dan minumnya” [Hadits Riwayat Bukhari 4/99]
Sehingga, dapat disimpulkan bahwa puasa seseorang yang ghibah tetap sah dan ia gugur dari tanggung jawab puasa.
Namun, ia tidak mendapatkan pahala apa pun dari apa yang dia lakukan sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari.
“Oleh karena itu, semoga saja kita tidak hanya dapat menahan lapar dan haus, tetapi juga menahan syahwat lisan, syahwat tangan untuk mengetik tulisan yang dapat menyakiti, mencelakai, atau menyinggung orang lain, meskipun itu nyata terjadi, karena itu merupakan bagian dari ghibah,” tutup Wakil Rektor Bidang Akademik dan Pengembangan Lembaga IAIN Surakarta tersebut.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Ghibah atau Membicarakan Orang Lain saat Berpuasa, Batalkah Puasanya?