TAHUNA – Entah apa yang merasuki Penjabat Bupati Sangihe dr Rinny Tamuntuan yang terus-menerus menyepelekan nasib rakyat Sangihe. Kali ini informasi yang berhasil dirangkum awak media adalah terkait tunjangan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) di Tahun Anggaran 2023 khususnya bagi tenaga pengajar justru yang menjadi wewenang Pemkab Sangihe diduga disunat.
Sejumlah tenaga pengajar ketika menemui awak media mengeluhkan nasib mereka yang seakan-akan tidak diperhatikan oleh Pemkab Sangihe.
“Kami memahami kalaupun tunjangan TPP bagi guru bersertifikasi dihilangkan terkait dengan mekanisme dan aturan yang sudah diberlakukan. Guru yang tidak bersertifikasi justru disodorkan dua opsi yang ujung-ujungnya tetap dilakukan pemotongan”, ujar sejumlah tenaga pengajar yang meminta namanya untuk tidak dipublish.
Menyikapi hal ini Ketua Tim Investigasi Lembaga Pemantau Penyelenggara Negara Republik Indonesia (LPPN RI) Darwis Plontos Saselah menduga upaya pemotongan apa yang menjadi hak dari tenaga pendidik ini adalah upaya sepihak yang dilakukan Pemkab Sangihe dibawah pimpinan Pj Bupati Sangihe dr Rinny Tamuntuan untuk menutupi defisit anggaran di APBD 2023 yang menembus angka sekira Rp 130 miliar.
“Defisit yang dialami oleh Pemkab Sangihe saat ini sangatlah besar dan semua terjadi imbas dari ketidakmampuan Pj Bupati Sangihe dr Rinny Tamuntuan dalam mengurus daerah kepulauan ini. Dan ujung-ujungnya apa yang menjadi hak sejumlah ASN kecil hingga masyarakat harus dikorbankan dengan berbagai dalil agar defisit bisa dikurangi”, jelas Saselah.
Saselah menyatakan bahwa TPP bagi guru non sertifikasi adalah penyambung hidup sehari-hari.
“Sebab berharap gaji semuanya sudah terpotong karena SK tergadaikan. TPP adalah harapan mereka. Kalau sudah dilakukan pemotongan maka bisa saja suksesnya pendidikan di daerah ini terbengkalai”, imbuh Saselah sambil berharap agar Pj Bupati Sangihe dr Rinny Tamuntuan punya hati nurani untuk mempertimbangkan pemotongan TPP tenaga pengajar yang ada.
Penjabat Bupati Sangihe dr Rinny Tamuntuan ketika dihubungi sejumlah awak media melalui Sekretaris Daerah Sangihe Melancthon H Wolf menyatakan bahwa hal ini dilakukan untuk menyesuaikan kebijakan.
“Bukan dipotong, kita menyesuaikan dengan kebijakan pemerintah. Di mana guru yang bersertifikat atau memiliki sertifikasi sudah tidak menerima lagi TPP. Karena ada regulasi yang menyatakan bahwa mereka yang sudah menerima itu sudah tidak perlu lagi diberikan. Tapi untuk guru-guru yang belum bersertifikat masih ada,” singkat Wolf sambil menambahkan bahwa di daerah lain regulasi ini memang sudah diterapkan sejak dua tahun lalu. Hanya di Sangihe saja yang masih diberikan pada dua tahun terakhir, jadi patut disyukuri. Tapi untuk tahun ini, dengan kapasitas keuangan yang sangat berat, kita pun menyesuaikan dengan regulasi yang ada.
(sam)