MANADO – Capaian Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diraih pemerintah daerah dalam pengelolaan keuangan ternyata bukan bukti tidak adanya korupsi dilingkup pemerintahan.
Buktinya karena ingin meraih predikat WTP tersebut Bupati Bogor, Ade Yasin justru harus menggunakan rompi orange.
Ia ditangkap KPK lantaran menyuap BPK Perwakilan Jawa Barat demi meraih predikat opini WTP dalam LKPD 2021.
Seperti apa kejadiannya?
Dilansir dari PojokSatu, Jika Pemerintah Kabupaten Bogor meraih WTP dari BPK dalam LKPD 2021, maka itu menjadi kali ke-7 secara beruntun yang diterima.
Namun, alih-alih mendapat prestasi, upaya mengejar WTP justru memaksa Ade Yasin mengenakan rompi oranye tersangka KPK.
Meski ditetapkan sebagai tersangka, Ade Yasin membantah jika telah memerintahkan anak buahnya menyogok segelintir auditor BPK Jawa Barat.
Menurutnya, dia dipaksa untuk bertanggung jawab atas inisiatif yang dilakukan anak buahnya agar Kabupaten Bogor meraih WTP ke-7.
“Saya dipaksa bertanggung jawab terhadap perbuatan anak buah saya, tapi sebagai pemimpin saya harus siap bertanggung jawab. Itu inisiatif mereka. Jadi ini namanya IMB ya, inisiatif membawa bencana,” kata Ade Yasin, Kamis (25/4).
Namun, berdasarkan kronologi yang diungkap KPK, pihak auditor dari BPK Jawa Barat memeriksa berbagai pelaksanaan proyek di antaranya pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Bogor.
Kemudian, Ade Yasin menerima laporan bahwa laporan keuangan Pemkab Bogor jelek dan jika diaudit akan berakibat opini disclaimer, yang kemudian direspon Ade dengan mengatakan ‘diusahakan agar WTP’ .
Namun sebelum itu, tepatnya sekitar Januari 2022, diduga telah ada kesepakan pemberian sejumlah uang antara Hendra Nur Rahmatullah, salah satu pegawai BPK Jawa Barat sekaligus pemeriksa dengan Ihsan Ayatullah yang merupakan Kasubid Kas Daerah BPKAD Kabupaten Bogor dan Maulana Adam, Sekretaris Dinas PUPR Kabupaten Bogor.
Kasus pun berujung pada kegiatan Operasi Tangkap Tangan (OTT) dengan KPK mengamankan barang bukti uang dalam pecahan rupiah dengan total Rp1,04 miliar, terdiri dari uang tunai Rp570 juta dan pada rekening bank Rp454 juta.
Pengamat kebijakan publik, Yusfitriadi menilai opini WTP sangat prestisius bagi lembaga negara.
Karena dengan meraih WTP menggambarkan bahwa pelaporan keuangan tidak ditemukan kesalahan, masalah dan catatan keuangan apapun dalam laporan atau telah sempurna.
“Kalau meraih WTP berarti sudah sempurna. Artinya kinerja suatu lembaga negara sudah mengelola anggaran keuangan dengan benar, baik perencanaan, pelaksanaan maupun monitoringnya,” kata Yusfitriadi.
Selain itu, akuntabilitas keuangan bisa dikatakan akan berbanding lurs dengan kinerja tinggi dan profesionalitas, sehingga jika telah meraih WTP, tidak ada alasan pihak manapun untuk menggugat, keberatan atau mengkritisi kinerja lembga pemerintah.
“Terus juga seharusnya WTP membuktikan terbebasnya lembaga pemerintah dari perilaku koruptif. Dengan opini WTP maka tidak ada pihak manapun yang bisa menyatakan adanya perilaky koruptif dan penggelolaan anggaran pemerintah daerah,” katanya.
Namun, kata Yus terdapat perspektif polisi, karena hampir semua kinerja lembaga pemerintah atau pemerintah daerah disimbolkan oleh bupati, wakil bupati dan pimpinan DPRD, yang akan selalu mengandung unsur politik pencitraan di tengah masyarakat.
“Karena baik anggota DPRD, bupati dan wakil bupati merupakan politisi yang merupakan representasi dari partai politik. Terlebih dalan konteks Kabupaten Bogor Ade Yasin berniat mencalonkan kembali pada Pilkada 2024. Sudah dipastikan pentingnya opini dari pihak auditor bahwa bupati berkinerja baik dan jauh dari perilaku koruptif,” jelas Yus. (PojokSatu/*)