BITUNG – Kisruh penetapan tarif sewa lapak di Pasar Pinasungkulan di Sagerat, Kecamatan Matuari, Kota Bitung kian memanas.
Pasalnya saat ini para pedagang mendesak DPRD untuk segera menindak lanjuti aspirasi mereka.
Bahkan mereka mengancam akan ‘menduduki’ kantor DPRD pada Jumat (25/2/2022) jika para legislator tak menindak lanjuti hal tersebut.
Seperti yang diungkapkan Perwakilan Pedagang Pasar Pinasungkulan, Iskandar Soleman Rabu (23/2/2022)
Ia mengatakan, saat ini mereka sudah memberikan surat terbuka pada Ketua DPRD Bitung agar dapat secepatnya melaksanakan hearing mengenai penolakan penetapan tarif sewa lapak.
“Jika permohonan ini tidak didengar ataupun diberikan kepastian oleh para wakil rakyat, maka pada Jumat (25/2/2022) kami pedagang pasar akan turun membawa semua jualan dan mulai berjual di Kantor DPRD sekaligus menyuarakan aspirasi,” tandasnya.
Sebelumnya diberitakan sepinya aktivitas perdagangan di Pasar Pinasungkulan membuat pedagang, menolak penetapan tarif sewa lapak.
Sebab kurangnya pengunjung di pasar membuat pendapatan pedagang rendah, sehingga adanya penetapan tarif sebesar Rp 250 ribu untuk sewa kios dan Rp 50 ribu sewa meja dinilai memberatkan pedagang.
Hal tersebut diungkapkan salah satu Pedagang Pasar Pinasungkulan Iskandar Soleman saat diwawancarai Senin (21/2/2022) di Kantor DPRD Bitung ketika mengantar aspirasi penolakan penerapan tarif sewa lapak.
Ia juga mengatakan, hingga saat ini aktifitas jual beli di lokasi Pasar Pinasungkulan Sagerat masih belum ada peningkatan sejak di tangani oleh Perusahaan Umum Daerah Pasar Kota Bitung pada bulan Agustus 2021.
“Padahal kami telah mengikuti apa yang menjadi kewajiban kami pada Perumda Pasar dengan membayar retribusi sebesar Rp. 5.000 perhari selama tiga bulan sejak Agustus 2021 hingga November 2021, dengan harapan adanya peningkatan pelayanan dan fasilitas Pasar Pinasungkulan Sagarat untuk meningkatkan minat masyarakat agar mau berbelanja, namun hingga saat ini belum membuahkan hasil,” ujarnya.
Bahkan lanjut dia, retribusi pasar yang harusnya berakhir pada bulan November 2021 lalu tetap dibayar hingga saat ini dan tak dipermasalahkan.
“Hal itu bertujuan agar Perumda Pasar bisa lebih leluasa untuk berkarya demi memajukan gairah masyarakat untuk berbelanja di pasar pinasungkulan sagerat,” jelasnya.
Dalam kesempatan itu Iskandar juga menyayangkan adanya penetapan tarif dari Perumda Pasar yang tidak memikirkan kesejahteraan pedangang, bahkan cenderung lebih menitik beratkan pada upaya pendapatan kas Perumda Pasar.
Atas dasar ini lanjut dia, para pedagang keberatan dan menolak kebijakan-kebijakan yang memberatkan pedagang melalui dua aspirasi, pertama menolak segala bentuk biaya pungutan yang dilakukan Perumda Pasar.
“Kedua kami pedagang yang berada di Pasar Pinasungkulan Sagerat nenolak adanya aktifitas Perumda Pasar di lokasi Pasar Pinasungkulan Sagerat karena hanya menambah beban dan sangat merugikan pedagang,” tandasnya.
Sementara Ketua JPKP Bitung, Richaed Mamuntu yang turut mendampingi para pedagang menyayangkan kebijakan yang dikeluarkan Perumda Pasar yang dinilai memberatkan pedagang.
“Sebab hingga saat ini kehadiran Perumda Pasar di Pasar Pinasungkulan, belum memberikan hasil namun justru menyengsarakan pedagang, apalagi ditengah kondisi pandemi saat ini,” bebernya.
Ical sapaan akrabnya menjelaskan harusnya Perumda Pasar hadir menjadi solusi bagi pedagang maupun pemerintah dengan memajukan dan menarik minat masyarakat untuk berbelanja ke Pasar Pinasungkulan bukan malah sebaliknya.
“Apalagi saat ini Perumda terkesan hanya mengejar target pendapatan tanpa mempedulikan nasib pedagang,” jelasnya.
Ia pun mendesak Wali Kota untuk melakukan evaluasi kinerja bagi jajaran direksi perumda maupun karyawan karena dinilai tidak bekerja maksimal. (DRP)