JAKARTA – Saat ini teroris diketahui menggunakan strategi baru dengan cara bersembunyi di partai, ormas Islam, maupun lembaga negara.
Hal tersebut diungkap Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
Menurut Irfan, meskipun kelompok teroris kerap menyatakan anti-demokrasi, sebenarnya mereka juga menerapkan sistem tersebut untuk menguasai lembaga secara formal.
“Jangankan lembaga negara, jangankan partai. Organisasi ummat yang sangat kita harapkan melahirkan fatwa-fatwa atas kegelisahan umat terhadap persoalan kebangsaan itu juga dimasuki (teroris),” ungkap Irfan dalam Sharing Session BNPT di Jakarta Selatan, Jumat (18/2) melansir cnnindonesia.com
Irfan mengatakan, perubahan strategi kelompok teroris ini terjadi sejak pemimpin ISIS, Abu Bakar Al Baghdadi menyebarkan seruan agar pengikutnya, yang terdiri dari simpatisan, militan, pendukung, dan kelompok inti tidak mesti datang ke Suriah.
Atas dasar seruan itu, mulanya kelompok teroris berencana membuat wilayah Poso, Sulawesi Tengah sebagai pusat aksi. Namun, rencana ini terkendala kematian pemimpin Mujahidin Indonesia Timur (MIT), salah satu organisasi pendukung ISIS dieksekusi aparat.
“Ini perubahan strategi mereka setelah Abu Bakar Al Bagdhadi mengumandangkan, menginstruksikan untuk melakukan pola jangan semuanya harus ke Suriah,” pungkas Irfan.
Ia pun mengingatkan dengan menyebut keberadaan teroris di suatu partai maupun Ormas, BNPT tidak bermaksud menuding lembaga tersebut sebagai organisasi teroris. Ia meminta agar lembaga-lembaga tersebut berhati-hati.
Menurutnya, saat menyusup ke partai ormas, maupun suatu lembaga negara, teroris tidak langsung melancarkan aksi. Di perguruan tinggi misalnya, ia melakukan langkah demi langkah untuk menguasai lembaga itu.
Mereka juga kerap menggunakan istilah yang dihunakan oleh orang pada umumnya guna menarik simpati seperti, pengajian, tabligh akbar, halaqah, dsn lainnya.
“Tidak langsung melakukan aksi di pendidikan tinggi tapi melakukan proses-proses awal, misalnya pengajian, dengan sangat disayangkan,” ujarnya.
Sebelumnya, dalam beberapa bulan Densus 88 menangkap sejumlah terduga teroris. Sebagian dari mereka merupakan anggota partai seperti Partai Dakwah dan Partai Ummat.
Selain itu, mereka juga tercatat sebagai anggota Majelis Ulama Indonesia (MUI).*