BITUNG – Polemik dugaan kerja paksa yang diduga dilakukan dua oknum petinggi PT. MNS Bitung yakni Tepen Sianipar dan Rusiana Sinaga berbuntut panjang.
Pasalnya sejumlah fakta-fakta kerja paksa saat ini terus ditutup-tutupi dengan melibatkan sejumlah pihak, mulai dari serikat buruh, LKS Tripartit hingga Disnaker Bitung.
Juru Bicara Karyawan, Meikel Tamengkel saat diwawancarai Jumat (18/2/2022) malam membantah adanya klaim dari LKS Tripartit yang telah melakukan investigasi mendalam terkait kerja paksa pada sejumlah karyawan.
Ia mengatakan hasil investigasi yang menyebut tidak adanya kerja paksa, adalah kebohongan.
“Sebab investigasi ini hanya dilakukan sepihak dengan pihak perusahaan dan serikat buruh tanpa melibatkan karyawan yang menjadi korban,” tegasnya.
Sehingga lanjutnya klaim tersebut tidak benar dan tidak sesuai dengan fakta sebenarnya.
“Kami juga memiliki bukti-bukti jelas bahwa kerja paksa itu ada, sebab saya juga mengalami, dimana saya menderita vertigo terus dipaksa untuk turun membersihkan got dan ketika saya menolak, Rusiana Sinaga selaku Kepala PGA langsung meminta untuk dibuatkan SP saat apel siang,” terang dia.
Tamangkel mengatakan kerja paksa tersebut juga turut dialami rekan-rekannya, dimana ada yang sakit paru-paru namun dipaksa bekerja membersihkan debu bleaching yang berbahaya bagi paru-paru.
“Bahkan ada seorang ibu yang baru selesai melakukan operasi besar, namun dipaksa bekerja turun membersihkan got,” bebernya.
Selain itu ia menambahkan ada juga rekannya yang sakit dibuktikan dengan surat keterangan dokter namun justru dijemput paksa dengan mobil ambulance untuk masuk kerja.
“Fakta-fakta ini kemudian yang berusaha ditutup-tutupi oleh dua oknum petinggi yakni Tepen Sianipar dan Rusiana Sinaga,” tegasnya.
Ia pun mengatakan sebenarnya karyawan berterimakasih pada PT. MNS karena telah mempekerjakan mereka, namun yang disayangkan ada dua oknum petinggi yang berbuat semena-mena pada karyawan.
“Selain itu kami juga menyayangkan adanya pernyataan dari Kepala Dinas Tenaga Kerja, Rahmat Dunggio yang menyatakan tidak ada kerja paksa, padahal kami memiliki bukti-bukti jelas namun tak diklarifikasi saat datang ke perusahaan baru-baru ini,” tandasnya.
Sementara Ketua Umum Manguni Minaesa, Robby Supit yang ditugaskan mendampingi aduan dari sejumlah karyawan PT. MNS saat diwawancarai menyayangkan investigasi yang dilakukan LKS Tripartit tak melibatkan karyawan yang menjadi korban.
“Bahkan tanpa adanya klarifikasi menyeluruh, LKS Tripartit langsung menyatakan tidak ada kerja paksa yang ditemukan. Model investigasi ini seperti investigasi anak TK karena dalam proses tak mencari klarifikasi jelas termasuk dari para korban,” tegasnya.
Ia juga menyayangkan pernyataan dari Kadis Tenaga Kerja Rahmat Dunggio yang mengatakan tak ada kerja paksa di PT. MNS.
“Padahal sebelumnya pada Rabu (16/2/2022) Kepala Dinas Tenaga Kerja Rahmat Dunggio sudah bertemu dengan salah satu karyawan dan menanyakan langsung mengenai kerja paksa, namun yang anehnya justru ia membantah dan tak mencari tau fakta sebenarnya,” ujar Supit.
Ia pun menilai pernyataan Kadis Naker tersebut adalah suatu upaya untuk melindungi dua pelaku kejahatan kemanusiaan yang ada di PT. MNS.
“Konteks persoalan ini sebenarnya sederhana. Penuhi tuntutan karyawan dan tarik dua oknum petinggi tersebut dari PT. MNS Bitung,” tegasnya.
Ia juga menyayangkan kedua oknum tersebut bukan merasah bersalah, namun justru membenarkan diri dengan berita berita hoax.
“Apalagi sampai sekarang para karyawan yang dizalimi belum pernah ada upaya ditemui siapapun baik Kadis Naker maupun LKS Tipartit,” tandasnya. (DRP)