ACEH – Ilham Nuddin (34) dan Faizatun Husna (36) Pasangan suami istri yang mendapatkan duka yang mendalam.
Warga Durian, Kecamatan Rantau, Kabupaten Aceh Tamiang ini baru saja kehilangan bayi kembar mereka.
Sang istri Faizatun melahirkan di RSUD Aceh Tamiang pada (26/1/2021)
Sepasang bayi kembar itu meninggal dunia tak lama setelah dilahirkan melalui proses operasi di RSUD Aceh Tamiang.
Pihak keluarga menilai insiden ini tak terlepas dengan sikap dokter yang tidak pernah melihat langsung pasien.
“Sejak hari pertama sampai pulang, kami tidak pernah melihat dokter. Wajar kalau kami kecewa sama dokternya,” kata Ilham kepada Serambi, Sabtu (17/4/2021).
Ilham menjelaskan, istrinya masuk ke RSUD Aceh Tamiang pada 20 Januari 2021.
Ketika itu tim medis langsung membawa Faizatun ke ruang isolasi Covid-19 merujuk surat reaktif yang dikeluarkan RS Pertamina Rantau.
Dia mengungkapkan hari kedua, tanda-tanda kelahiran anaknya sudah tampak dengan ditandai ke luarnya air ketuban.
“Saya lapor ke perawat, dia bilang sudah bukaan dua. Tapi ya cuma itu, tidak ada penanganan lanjutan,” kata Ilham didampingi ayahnya, Muhammad Ayub.
Ayub menambahkan air ketuban ini terus ke luar hingga hari operasi dilakukan pada 26 Januari 2021.
Banyaknya air ketuban yang keluar digambarkan Ayub dengan banyaknya kain yang digunakan untuk membersihkan air ketuban.
“Empat kain kami gunakan untuk membersihkannya, selama itu dokter tidak pernah muncul,” ujarnya.
Ayub pun menyimpulkan proses operasi yang dilakukan pada 26 Januari 2021 tidak melibatkan dokter.
“Tidak tahu siapa yang menangani, yang jelas sejak hari pertama sampai pulang, kami tidak pernah bertemu dokter,” ucapnya.
Hal yang ditakutkan keluarga pun terjadi, sepasang bayi perempuan yang dilahirkan tidak bertahan lama.
Bayi pertama meninggal selang tiga jam dilahirkan, bayi kedua menyusul tujuh jam usai persalinan.
Ayub mengatakan dirinya sempat melaporkan ini ke Kadis Kesehatan Aceh Tamiang, Ibnu Aziz dengan maksud ingin bertemu dengan dokter yang menanganinya.
“Kami penasaran, sebenarnya siapa dokter yang menangani cucu kami. Kami menuggu sampai hari ini,” ujarnya.
Ayub mengakui, dirinya pernah ditemui Direktur RSUD Aceh Tamiang, Dedy Syah seraya mengungkapkan ingin memberi sejumlah uang sebagai bentuk turut berduka cita.
“Tapi jangan salah sangka, sampai hari ini tidak ada uang kami terima, yang kami mau dokter yang menangani cucu kami datang ke rumah, minta maaf. Cuma itu,” tegasnya.
Dalam kesempatan itu, Ayub menerangkan sengaja memendam kasus kematian ini hingga tiga bulan karena masih terus menunggu inisiatif baik dokter tersebut minta maaf ke rumah anaknya.
“Selama ini kami menunggu, tapi sepertinya memang tidak ada itikad baik,” ucapnya.
Kata Pihak Rumah Sakit
Terpisah, Direktur RSUD Aceh Tamiang, Dedy Syah menjelaskan, dokter yang menangani persalinan itu merupakan dokter wanita berinisial A.
Dia memastikan dokter tersebut sudah diproses dan dinyatakan bersalah melanggar PP Nomor 53/2010 tentang Disiplin PNS.
“Namun belum ada punishment (hukuman), karena itu nanti Komite Medik yang menjatuhkan,” kata Dedy.
Dokter A menurut Dedy mengalami ketakutan setiap menangani pasien reaktif Covid-19.
“Mungkin karena faktor usia yang mendekati 50 tahun, beliau takut. Tapi sebenanrnya kalau pakai APD lengkap, tidak masalah visit ke ruang isolasi,” jelas Dedy.
Anggota DPD RI Sudirman atau Haji Uma menilai kasus kematian bayi kembar usai persalinan di RSUD Aceh Tamiang harus diselesaikan dengan serius karena sudah menyangkut nyawa manusia.
Secara tegas, dia pun meminta Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan aparat kepolisian turun tangan.
“Kalau cerita yang disampaikan benar begitu, sungguh sangat kita sayangkan. IDI dan polisi harus turun tangan,” kata Haji Uma kepada Serambi melalui seluler, Sabtu (17/4/2021).
Pernyataan ini disampaikan Haji Uma usai menerima laporan kematian bayi kembar pasangan Iham Nuddin (34) dan Faizatun Husna (34) warga Durian, Kecamatan Rantau, Aceh Tamiang.
Berdasarkan informasi yang diterimanya langsung dari kakek almarhum, Muhammad Ayub, kasus ini hingga mencuat ke publik akibat lemahnya informasi yang disampaikan RSUD Aceh Tamiang kepada keluarga pasien.
“Bayangkan, kasus ini sudah tiga bulan berlalu, tapi keluarga belum mendapatkan klarifikasi tentang penyebab kematian ini,” sambungnya.
Dia pun mendorong Dinas Kesehatan dan RSUD Aceh Tamiang memberi akses informasi dan menjadi mediasi pertemuan keluarga korban dengan dokter A.
“Kita wajib mempertanyakan mengapa Dinkes ataupun rumah sakit tidak mampu menghadirkan dokter A. Jangan sampai kasus ini menjadi preseden buruk bagi lembaga kesehatan yang sedang berjuang meningkatkan pelayanannya,” lanjutnya.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Bayi Kembar di Aceh Meninggal, Pelayanan Medis Tak Maksimal, Dokter Takut Tangani Pasien Reaktif