TAHUNA– Pasca dikantonginya ijin PT Tambang Mas Sangihe (TMS) terkait pelaksanaan ijin produksi atau eksploitasi terhitung medio 29 Januari 2021 lalu, persoalan tambang mulai mencuat. Dan meski harus melanggar UU nomor 1 tahun 2014 terkait wilayah pesisir dan kepulauan namun pelaksanaan eksploitasi tetap ‘dipaksakan’ harus dilakukan.
Menyikapi hal ini personel DPRD Sangihe Ferdy Panca Sinedu angkat bicara menyikapi sosialisasi pembebasan lahan untuk lokasi eksploitasi, Senin (22/03/2021) di Bowone Kecamatan Tabukan Selatan Tengah.
Menurutnya karena ijin tambang sudah keluar, dalam bentuk Izin Usaha Pertambangan (IUP), sosialisasi ini sangat penting untuk menyatukan presepsi dengan masyarakat.
“Tentunya banyak hal didalamya untuk mengedepankan kepentingan masyarakat sekitar, membangun kemitraan serta memberdayakan tenaga-tenaga lokal dan tidak merusak lingkungan”, ungkap Sinedu.
Lanjut dikatakan Sinedu, yang menjadi pokok penting adalah dampak hadirnya pertambangan ini mampu memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Hasil Daerah (PAD).
“Sebagaimana PERDA Provinsi nomor 3 tahun 2019, dikatakan bahwa pembagian hasil untuk pendapatan (Income) berkisar 6 persen, dimana 1 persen untuk Pemprov, 2,5 persen untuk kabupaten kota dan 2,5 lain untuk Kabupaten/Kota dalam lingkup provinsi,” jelas Sinedu.
Sinedu juga menegaskan ketika ada perusahaan menggali atau mengais rejeki di tanah Sangihe, warga Sangihe harus mendapatkan tambahan penghasilan dengan disetujuinya dibukanya Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).
“Dalam hal ini tentunya Gubernur harus benar-benar memperhatikan agar ada asas keadilan bagi warga Sangihe dan tidak hanya menguntungkan perusahaan yang diberikan IUP, namun berlaku juga bagi warga Sangihe”, imbuh Sinedu yang notabene adalah personel DPRD Sangihe dari Partai Perindo sambil menambahkan harus ada pendekatan bagi warga pemilik tanah, agar ada kompensasi ketika tanah milik warga digalih untuk pertambangan oleh perusahaan, sehingga tidak menimbulkan bias kedepan dan masyarakat dapat menikmati hasil.
(sam)