JAKARTA-Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyambut baik rencana uji coba implementasi rujukan online berbasis kompetensi.
Menurutnya, rujukan online adalah salah satu bagian dari pembenahan sistem pelayanan kesehatan, yang mana saat ini Indonesia berada dalam sebuah paradigma baru pelayanan kesehatan melalui Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).
“Kita tahu Program JKN-KIS adalah paradigma baru dalam pelayanan kesehatan di Indonesia, sehingga harus ditopang dengan infrastruktur dan kebijakan yang sejalan. Jangan sampai paradigma baru namun dalam implementasinya masih menggunakan paradigma lama. Saya kira dengan memanfaatkan aspek digital ini akan ada pengoptimalan pelayanan terhadap konsumen, mengurai antrian dan transparansi dalam pelayanan kesehatan,” jelas Tulus Abadi saat kegiatan Ngopi Bareng JKN di bilangan Cikini, Jakarta Pusat (14/8/2018), sesuai rilis BPJS Kesehatan Cabang Manado.
Tulus menambahkan, Program JKN-KIS saat ini bisa dibilang salah satu program revolusioner dengan melihat angka konsumen atau pesertanya sudah mencapai 200 juta jiwa.
Sudah selayaknya, berbagai inovasi pelayanan publik harus dikembangkan. Untuk memudahkan konsumen memperoleh akses pelayanan kesehatan sesuai kebutuhannya, dengan memanfaatkan teknologi atau digitalisasi layanan.
“Saat ini, 52 persen lebih adalah pengguna internet. Diharapkan dengan skema ini, konsumen akan lebih hemat waktu, efisien, dan hemat biaya. Misalnya, apabila rujukan peserta tidak tepat, bisa jadi biaya transport, waktu, ataupun hal lainnya, bisa lebih besar daripada biaya pelayanan kesehatan itu sendiri,” ujar Tulus.
Untuk itu Tulus berpesan agar BPJS Kesehatan terus melakukan koordinasi, penyamaan pandangan dengan seluruh mitra fasilitas kesehatan agar implementasi berjalan lancar.
Uji coba implementasi rujukan online ini berlangsung dari 15 Agustus-30 September 2018.
“Saya rasa secara teknis waktu 1,5 bulan sudah cukup untuk uji coba. Baik BPJS Kesehatan, Faskes maupun masyarakat bisa mengevaluasi bersama apabila masih ada kekurangan. Faskes juga dituntut harus bisa bergerak cepat menyesuaikan diri, karena semangatnya digitalisasi, respon juga harus cepat, dan konsumen tidak bisa menunggu. Kami menyambut baik dan tidak ada alasan untuk menolak,” ujar Tulus.
Tulus mengungkapkan, yang menjadi tantangan dari sisi konsumen, bagaimana fasilitas kesehatan tingkat pertama dapat meyakinkan konsumen.
Bahwa rujukan diberikan adalah rujukan yang tepat. Hal ini mengingat masih ada konsumen yang misalnya hanya percaya pada satu rumah sakit atau satu dokter spesialis atau perawat.
“Ini menjadi tantangan tersendiri. Kita harus meyakinkan konsumen bahwa kompetensi dokter atau rumah sakit adalah sama. Sehingga masyarakat juga teredukasi tidak tersugesti dengan rumah sakit atau dokter tertentu saja yang mereka yakini kompetensinya,” tambah Tulus.
(Harry)