MINUT – Untuk lebih meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Minahasa Utara (Minut), pemilik rumah makan/restoran di Minahasa Utara (Minut) diimbau untuk tidak segan-segan menerapkan pajak restoran/rumah makan kepada para pengunjung.
Hal ini dikatakan Kepala Badan Keuangan Minut Robby Parengkuan SH kepada sulutaktual.com, Rabu (18/07/2017).
Menurutnya, pajak restoran/rumah makan tidak diambil atau dibebankan kepada pemilik restoran.
“Pajak itu dibebankan kepada pengunjung. Dimana mereka dikenakan pajak 10 persen dari nilai transaksi atau pembelian makanan-minuman dari omzet penjualan mereka, sehingga disini peran pemilik restoran untuk menarik pembayaran pajak 10 persen kepada pengunjung,” katanya,
Lanjut dikatakannya, pajak restoran/rumah makan sudah lama diterapkan di kota-kota di Sulut seperti di Manado, yang sebelumnya dikenal dengan pajak pembangunan satu (PB1)
“Di kota lain di Sulut, seperti Kota Manado, para konsumen di restoran sudah dibebankan dengan pajak rumah makan/restoran. Dan tak ada yang protes. Oleh sebab itu, Rm/Resto di Minut perlu untuk menerapkan hal seperti yang diterapkan di Manado, tentunya dengan sosialisasi terlebih dahulu, agar tidak terjadi kesalahpahaman antara pemilik restoran dan pengunjung,” terang Parengkuan.
Dijelaskan Parengkuan, hasil pajak yang terkumpul akan membantu pembangunan sarana dan prasarana di Kabupaten Minahasa Utara.
“Jadi sebenarnya pajak-pajak yang diperoleh akan diretribusi kembali dalam bentuk pembangunan fisik yang dinikmati oleh masyarakat sendiri. Misalnya pembuatan jalan baru atau pencetakan lahan sawah baru,” beber Parengkuan
Untuk itu, Parengkuan berharap agar yang membidangi penagihan pajak ini langsung jemput bola ke lapangan, agar Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pajak daerah bisa terealisasi.
“Selain itu saya ingatkan, agar dalam penagihan sebaiknya langsung disosialisasikan kembali terkait penarikan pajak restoran atau rumah makan, karena masih ada salah paham di kalangan masyarakat terutama pemilik warung makan. Pajak yang dikenakan 10 persen, tidak dibebankan kepada pemilik warung. Tetapi, dibayar pembeli yang makan di warung atau restoran tersebut,” paparnya.
Parengkuan mencontohkan, misalnya, di restoran harga nasi goreng satu porsi Rp20 ribu, kena pajak 10 persen berarti dijual Rp22 ribu. “Jadi 20 ribu menjadi hak pemilik restoran dan 2 ribu (rupiah) disetorkan pemilik atau pengelola restoran itu sebagai pajak kepada pemerintah daerah,” pungkasnya.
(Budi)