TAHUNA -Gedung Perpustakaan Umum Daerah Kabupaten Kepulauan Sangihe yang baru diresmikan belum lama kini menjadi sorotan tajam publik. Dibangun dengan anggaran fantastis sebesar Rp9,2 miliar oleh PT Gelora Megah Sejahtera, gedung yang diharapkan menjadi ikon literasi wilayah perbatasan Indonesia-Filipina itu sudah memperlihatkan kerusakan serius dalam waktu kurang dari setahun.
Retakan muncul di berbagai sisi dinding, sambungan rembalok, hingga pemasangan tehel keramik lantai yang tampak asal-asalan. Kondisi ini tidak hanya mengganggu estetika, tetapi juga menjadi alarm bagi integritas struktur bangunan.
Proyek yang seharusnya selesai pada 3 Desember 2024 ini, jauh dari kata sempurna.
“Retakan pada elemen structural mengindikasikan ada cacat fatal dalam perencanaan maupun pelaksanaan teknis,” ujar Ketua Wilayah Sangihe, Lembaga Pemantau Penyelenggara Negara (LPPN) RI, Darwis Saselah.
Ia menegaskan, masalah ini bisa saja berasal dari metode kerja yang tidak profesional atau kualitas material yang buruk.
Kekecewaan warga pun meluap.
“Ini proyek dari uang rakyat. Harusnya dibangun dengan serius, bukan asal jadi,” kata seorang pegiat literasi di Tahuna.
Publik kini menuntut jawaban: Bagaimana mungkin gedung bernilai miliaran rupiah sudah rusak parah dalam hitungan bulan? Siapa yang akan bertanggung jawab atas dugaan kelalaian dan potensi penyimpangan ini?
Kondisi ini menuntut pemeriksaan mendalam, mulai dari dokumen kontrak, spesifikasi teknis pembangunan, hingga hasil audit oleh inspektorat dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Jika terbukti ada maladministrasi atau korupsi, maka konsekuensi hukum harus segera dijalankan.
Gedung megah yang dimaksudkan sebagai simbol kemajuan literasi kini menjadi catatan kelam pembangunan di Sangihe. Ironi itu kini berbalut tanda tanya besar tentang transparansi dan akuntabilitas proyek pemerintah.
(sam)