Oleh:
Dedykarto Waloni Ansiga
(Mahasiswa Program Studi Magister Hukum UNIMA)
MEDIA sosial atau medsos adalah sebuah media online yang saat ini telah menjadi trend dalam komunikasi masyarakat modern. Dengan adanya media sosial para penggunanya bisa berpartisipasi, berbagi, sebagai pemasaran, mengaktualisasikan diri, menciptakan blog, membuat jejaring sosial, wiki, forum bahkan berinteraksi dalam dunia virtual.
Blog, jejaring sosial, dan wiki merupakan bentuk media sosial yang paling umum digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia. Media sosial sebagai ‘sebuah kelompok aplikasi berbasis internet yang membangun di atas dasar ideologi dan teknologi Web 2.0, dan yang memungkinkan penciptaan dan pertukaran user-generated content’ (Kaplan & Haenlein, 2010).
Beberapa contoh media sosial yang sedang berkembang saat ini yaitu Instagram, Twitter, Line, Facebook, Youtube, dan lain-lain. Ciri atau unsur yang paling umum dari media sosial adalah adanya insfrastruktur informasi dan alat yang digunakan untuk memproduksi dan mendistribusikan isi media.
Isi media dapat berupa pesan-pesan pribadi, berita, gagasan, produk-produk budaya yang berbentuk digital dan lain sebagainya serta yang memproduksi dan mengkonsumsi isi media dalam bentuk digital adalah individu, organisasi, dan industri. Seseorang pasti memiliki berbagai motivasi dalam menggunakan media sosial. Sekedar untuk berkomunikasi dengan orang lain, berbagi informasi, untuk mencari tahu perkembangan sesuatu, bahkan untuk mengikuti salah satu yang menjadi trend saat ini yaitu menggunakan media sosial sebagai bentuk eksistensi diri.
Namun perlu menjadi perhatian bersama bahwa walaupun menggunakan media sosial memiliki banyak manfaat positif, di dalamnya juga ada potensi masalah yang bisa terjadi karena:
1. kebenaran informasi dalam media sosial sulit diukur;
2. informasi dalam media sosial adalah pendapat pribadi yang subjektif atau bermuatan emosional;
3. media sosial dapat membuat orang kecanduan terhadap internet;
4. media sosial dapat menimbulkan konflik dan masalah privasi; dan
5. media sosial dapat membuat orang rentan terhadap pengaruh buruk orang lain.
Dengan berbagai sisi positif yang juga dibarengi dengan potensi masalah yang mungkin terjadi dari penggunaan media sosial sehingga mengharuskan penggunanya agar bijaksana dalam ber-media sosial supaya dapat terus mengambil hal-hal positif di dalamnya, serta menghindari masalah yang mungkin terjadi dari penggunaan media sosial yang bermuara pada tindak pidana informasi dan transaksi elektronik (ITE) sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Eletronik (ITE).
Media sosial telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-sehari. Perkembangan zaman yang begitu cepat diiringi dengan makin maraknya media sosial baru yang bermunculan. Ketergantungan terhadap media sosial bisa dikatakan sudah menjadi “penyakit” bagi masyarakat Indonesia khususnya, waktu luang banyak dihabiskan untuk sekedar berselancar di media sosial.
Menurut databoks.katadata.co.id data penggunaan media sosial Tahun 2024 di Indonesia mencapai 191 juta pengguna (73,7% dari populasi), pengguna aktif 167 juta pengguna (64,3% dari populasi) dan penetrasi Internet 242 juta pengguna (93,4% dari populasi) dengan platform media sosial yang sering digunakan yakni Youtube 139 juta pengguna (53,8% dari populasi), Instagram 122 juta pengguna (47,3% dari populasi), Facebook 118 juta pengguna (45,9% dari populasi), Whatsapp 116 juta pengguna (45,2% dari populasi) dan Tiktok 89 juta pengguna (34,7% dari populasi).
Sementara dari segi umur sendiri, pengguna media sosial didominasi oleh usia 18-34 tahun (54,1%), dengan jenis kelamin perempuan (51,3%) sementara laki-laki (48,7%). Frekuensi penggunaan masyarakat indonesia rata-rata menghabiskan 3 jam 14 menit per hari dan 81% mengaksesnya setiap hari.
Aktivitas yang sering dilakukan pun beragam mulai dari berbagi foto/video (81%), komunikasi (79%), berita/informasi (73%), hiburan (68%), belanja online (61%).
Dari banyaknya pengguna media sosial sebagaimana diuraikan dari data di atas, tidak sedikit juga pengguna yang menyimpang dan tidak bijak sehingga terjerat dalam tindak pidana informasi dan transaksi eletronik sebagaimana dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Eletronik (ITE).
Kasus pertama yang menjerat pelaku sejak berlakunya Undang-Undang ITE ini adalah Saiful Dian Efendi yang mengirimkan SMS dengan perkataan cabul, jorok dan porno kepada korban Adelian Ayu Septiana. Yang bersangkutan dijerat dengan Pasal 45 ayat (1) Jo Pasal 27 ayat (1) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Eletronik sehingga terhadap pelaku dikenakan hukuman 5 (lima) bulan penjara.
Kasus selanjutnya adalah pelaku dengan nama Florence Sihombing memaki-maki warga kota Jogjakarta di akun media sosial miliknya yakni Path dan Twitter (sekarang X) dijerat dengan Undang-Undang yang sama sehingga pelaku dihukum 2 (dua) bulan penjara dan denda Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) subsidiair 1 (satu) bulan kurungan dengan masa percobaan 6 (enam) bulan.
Selanjutnya pelaku dengan nama Nasriel Ilham yang akrab disapa Ariel adalah seorang artis dan vokalis grup Noah (dulu bergabung dalam grup Peterpan), yang bersangkutan melakukan adegan mesum dengan pasangannya kemudian disebarkan oleh rekannya yang bernama Reza Rizaldi. Kepada keduanya dikenakan Pasal 45 ayat (1) Jo Pasal 27 ayat (1) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Eletronik dan dihukum 3 (tiga) tahun dan 6 (enam) bulan.
Dan masih banyak lagi kasus-kasus yang terjadi di bidang media sosial yang jika kita urutkan satu-persatu maka kita akan menemukan daftar panjang pelaku kejahatan pidana di bidang media sosial dengan berbagai modus operandinya, sehingga saat ini Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik sudah mengalami 2 (dua) kali perubahan yang terakhir dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2024 dalam rangka menyesuaikan dengan pola dan modus kejahatan di bidang media sosial yang setiap waktu berkembang.
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Eletronik (ITE) terdapat 21 (dua puluh satu) jenis tindak pidana dan yang ada kaitannya dengan tindak pidana di bidang media sosial di antaranya:
– berkaitan dengan kesusilaan diatur dalam Pasal 45 ayat (1) Jo Pasal 27 ayat (1), setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan, sanksi pidana yang dapat diterapkan adalah pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.1000.000.000,00 (satu miliar rupiah);
– berkaitan dengan perjudian diatur dalam Pasal 45 ayat (3) Jo Pasal 27 ayat (2), setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian, sanksi pidana yang dapat diterapkan adalah pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);
– berkaitan dengan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik diatur dalam Pasal 45 ayat (4) Jo Pasal 27A, setiap orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui sistim eletronik, sanksi pidana yang dapat diterapkan adalah pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah);
– berkaitan dengan pemerasan dan/atau pengancaman diatur dalam Pasal 45 ayat (8) Jo Pasal 27B ayat (1), setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman (memberi barang, membuat utang, pengakuan utang atau menghapus piutang), sanksi pidana yang dapat diterapkan adalah pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);
– berkaitan dengan pemerasan dengan ancaman pencemaran nama baik atau membuka rahasia diatur dalam Pasal 45 ayat (10) Jo Pasal 27B ayat (2), setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dengan ancaman pencemaran nama baik atau membuka rahasia (memberi barang, membuat utang, pengakuan utang atau menghapus piutang), sanksi pidana yang dapat diterapkan adalah pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);
– berkaitan dengan menyebarkan berita bohong diatur dalam Pasal 45A ayat (1) Jo Pasal 28 ayat (1), setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang menyebabkan kerugian konsumen dalam transaksi eletronik, sanksi pidana yang dapat diterapkan adalah pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);
– berkaitan dengan menimbulkan rasa kebencian dan permusuhan individu atau SARA diatur dalam Pasal 45A ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2), setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), sanksi pidana yang dapat diterapkan adalah pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);
– berkaitan dengan berita bohong yang disebarkan menimbulkan kerusuhan di masyarakat diatur dalam Pasal 45A ayat (3) Jo Pasal 28 ayat (3), setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang diketahuinya memuat pemberitahuan bohong yang dapat menimbulkan kerusuhan di masyarakat, sanksi pidana yang dapat diterapkan adalah pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);
– berkaitan dengan tindakan ancaman kekerasan dan/atau menakut-nakuti diatur dalam Pasal 45B Jo Pasal 29, setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan informasi eletronik dan/atau dokumen eletronik secara langsung kepada korban yang berisi ancaman kekerasan dan/atau menakut-nakuti, sanksi pidana yang dapat diterapkan adalah pidana penjara 4 (empat) tahun dan/atau denda Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
Masyarakat, di era digitalisasi, perlu kritis dan cerdas dalam menggunakan media sosial maupun platform internet lainnya. Saatnya bijak menggunakan jari agar tidak terjerat kasus hukum atau melanggar Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Belakangan ini, sejumlah pesohor (influencer) di media sosial terjerat kasus hukum, beberapa di antaranya kasus penipuan investasi.
Sementara itu, kegaduhan di media sosial akibat perbedaan sikap politik di masyarakat bahkan semakin menjurus ke ujaran kebencian masih mewarnai linimasa medsos.
Untuk itu, masyarakat perlu mempelajari literasi digital yang berisi etika, norma dan peraturan yang berlaku karena transformasi digital memang menuntut masyarakat beradaptasi terhadap perubahan.
Pengguna media sosial dituntut untuk kritis, kreatif, fleksibel, terampil, dan memiliki kemampuan digital yang baik. Sehingga, dapat memahami dan beradaptasi dengan dunia yang terus berubah sangat cepat. Termasuk, memahami etika dan aturan hukum yang berlaku, tidak melanggar UU ITE, KUHP, dan lainnya.
Medsos itu menciptakan kebenaran semu untuk itu agar berhati-hati menggunakan medsos, karena tidak semua isi yang ada di medsos itu benar.
Di era post truth seperti sekarang ini banyak bermunculan informasi-informasi yang disajikan melalui medsos.
Namun ternyata, merupakan kebohongan atau sengaja dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu. Dengan begitu, korbannya adalah orang-orang yang tidak suka menyimak dan membaca serta mau membuktikan kebenarannya terlebih dahulu.
Untuk itu menjadi hal yang penting dan patut diperhatikan pada saat menggunakan media sosial adalah menerapkan 5 (lima) panduan dasar sehingga terhindar dari tindak pidana informasi dan transaksi eletronik khususnya di media sosial yakni:
– menjaga privasi artinya tidak dengan mudah memberikan informasi data diri di media sosial;
– menjaga keamanan akun artinya membuat kunci yang cukup sulit untuk ditebak dan mengubahnya secara berkala;
– menghindari hoax artinya tidak mudah percaya dengan berita yang diterima di media sosial sebelum melakukan klarifikasi;
– menyebarkan hal-hal yang positif artinya tetap menyebabkan informasi-informasi positif sekalipun itu di media sosial yang sifatnya eksklusif; dan
– menggunakan seperlunya artinya tetap menggunakan media sosial untuk membantu meningkatkan produktivitas diri dan sadari diri jika telah mengalami ketergantungan.
(*)