BITUNG – Penetapan status tersangka menyusul penahanan Direktur Utama PDAM Duasudara Bitung, RL alias Raymond meninggalkan kesan ambigu.
Pasalnya, dugaan yang korupsi yang disangkakan kepada Raymond adalah dana Hibah Air Minum Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) Bitung tahun 2017 dan 2018.
Sementara, dana sebesar Rp14 miliar itu mentok di kas daerah Pemkot Bitung dan tidak sepersen pun masuk ke kantong PDAM. Aneh, karena peran Raymond sebagai Dirut sama sekali tidak bersentuhan aliran dana hibah.
“Dalam kasus ini, kita melihat bahwa status tersangka dan penahanan Dirut PDAM Duasudara tidak linear dengan pokok perkara yang ditangani Polda Sulut. Kan dana hibah cuma nyangkut di Pemkot. Tidak tembus ke PDAM. Yang ke PDAM itu dana penyertaan modal bukan hibah,” ungkap Ketua DPD Pelopor Angkatan Muda Indonesia – Perjuangan (PAMI-P) Sulawesi Utara, Jeffrey Sorongan, Kamis (5/5/2022), di Manado.
Memperhatikan pokok perkara yang sedang digarap Polda Sulut dan status hukum Raymond, Sorongan meminta Kejaksaan Tinggi Sulut agar sungguh-sungguh meneliti dan memberikan petunjuk yang obyektif ke penyidik Polda.
“Karena bagaimana mungkin tersangka Raymond dapat mempertanggungjawabkan sesuatu yang tidak bersentuhan dengan peran dan fungsinya. Hibah Rp14 miliar bukan ranah Dirut PDAM,” tutur Sorongan.
Lanjut, Sorongan menilai, mestinya Walikota Bitung Max Jonas Lomban yang menjadi Pengguna Dana Hibah Air Minum MBR Bitung berdasarkan Surat Edaran Kementerian PUPR bertanggung jawab.
“Alur penelusuran kasus ini aneh dan membingungkan. Namanya pengusutan dugaan korupsi dana hibah dari Kementerian PUPR. Dirut PDAM yang disasar. Padahal pengguna anggaran kan walikota. Tapi koq Max Lomban aman-aman saja,” jelas Sorongan.
Kata dia, keterlibatan Max Lomban terungkap dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Cipta Karya Nomor : 12 /SE/DC/2017. Surat itu menyatakan, bahwa Kepala Daerah dalam hal ini Walikota Bitung Tahun 2017 dan 2018 (Maxmilian Jonas Lomban) sebagai Pengguna Dana Hibah pada Kota Bitung, untuk kegiatan Program Hibah Air Minum Perkotaan sesuai dengan Surat Perjanjian Hibah Nomor : PHD-152/AM/MK.7/2017, tanggal 30 Oktober 2017.
Dalam program hibah berbanderol Rp14 miliar itu, lanjut dia Max Lomban melakukan tanda tangan Surat Pernyataan Tanggungjawab Mutlak (SPTJM) pelaksanaan program sesuai dengan peraturan perundangan. Itu berarti, jika ada pekerjaan fiktif dan atau tidak bermanfaat, maka pejabat pengguna dana hibah bertanggung jawab.
“Nah jelas kan? Peran Max Lomban berkaitan langsung dengan SPTJM dan Pengguna Dana Hibah. Lalu kenapa kasus ini dilempar begitu saja ke Dirut PDAM dan pihak lain?,” kritik Sorongan.
Mengenai dugaan korupsi dana Hibah Air Minum MBR Kota Bitung TA 2017 dan 2018 sedang bergulir di Polda Sulut.
Penyidik Ditreskrimsus Polda Sulut menetapkan Direktur PDAM Duasudara Bitung dan salah satu Manager Area PT Sucofindo sebagai tersangka.
Kabid Humas Polda Sulut Kombes Pol Jules Abraham Abast dalam konferensi pers beberapa waktu lalu menjelaskan, kejadian berawal ketika pada TA 2016 Dirjen Cipta Karya Kementerian PUPR RI mengundang pemerintah kabupaten dan kota di seluruh Indonesia yang bersedia mengikuti program Hibah Air Minum. Salah satu pemerintah daerah yang bersedia adalah pemerintah Kota Bitung.
“Kemudian pemerintah daerah yang bersedia mengikuti program dimaksud, diwajibkan membawa data yang diminta atau persyaratan ke Dirjen Cipta Karya Kementerian PUPR RI. Sehingga Pemkot Bitung melalui Direktur PDAM Duasudara membuat surat pernyataan bahwa PDAM Duasudara memiliki idle capacity sebesar 50 liter per detik. Surat pernyataan tersebut merupakan salah satu syarat paling mendasar sehingga dapat mengikuti program hibah. Namun setelah dilakukan pemeriksaan oleh Ahli Pengairan dari Politeknik Negeri Manado, ternyata PDAM Duasudara tidak memiliki idle capacity,” jelasnya.
Kemudian PDAM Duasudara Bitung mencetak semua rekening pembayaran pelanggan yang diduga tidak sesuai dengan fakta di lapangan, karena pelanggan yang namanya tertera pada rekening pembayaran pelanggan merasa tidak pernah membayar pemakaian air minum, dikarenakan air minum dimaksud tidak pernah mengalir/ dialirkan.
“PDAM Duasudara Bitung mengirimkan bukti rekening pembayaran pelanggan dimaksud ke Dirjen Cipta Karya Kementerian PUPR RI, yang mana rekening pelanggan tersebut merupakan salah satu syarat. Sehingga dana hibah dari pemerintah pusat terkait program hibah air minum dapat ditransfer dari pemerintah pusat (Kementerian Keuangan RI) ke pemerintah Kota Bitung,” terang Abast.
Sejak awal kegiatan Program Hibah Air Minum, sambungnya, jika pihak PDAM Duasudara Bitung tidak memberikan data atau persyaratan yang sebenarnya, maka sudah tentu dana hibah dari pemerintah pusat (Kementerian Keuangan RI) tidak semestinya diterima oleh pemerintah Kota Bitung. Namun tetap dihibahkan karena pihak PDAM Duasudara Bitung telah mengirim seluruh persyaratan yang diminta.
“Atas perbuatan dimaksud, BPKP RI Perwakilan Sulut melakukan audit investigasi atas permintaan penyidik. Kesimpulan BPKP RI Perwakilan Sulut, diduga terjadi perbuatan melawan hukum dan mengakibatkan kerugian keuangan negara senilai Rp14.000.000.000, sehingga perbuatan dimaksud layak dilakukan proses penyidikan,” kata Abast.
Dalam penanganan kasus tersebut, Penyidik Ditreskrimsus Polda Sulut juga telah menyita sejumlah barang bukti yaitu, dokumen berupa fotokopi surat-surat yang merupakan kelengkapan administrasi sehubungan dengan Program Hibah Air minum.
Sementara itu, tim ahli pengukuran debit air dari Akademi Tirta Wiyata Magelang, yang bernaung dibawah Yayasan Pendidikan Tirta Dharma PAMSI, Awaludin Setya Adji, ST, M. Eng IPM, bersama Esvandiary Robby, ST yang melakukan pengkuruan di sejumlah lokasi yang jadi sumber mata air Perumda Air Minum Duasudara Bitung pada April 2022, yakni galeri Sagerat, mata air Tendeki 2, Instalasi Pengolahan Air (IPA) Tendeki, mata air Kumersot 1 dan 2, IPA Kumersot, mata air Danowudu 1, 2 dan 3, mata air Aer Ujang, IPA Pinokalan, dan boster Tinombala, didapat bahwa debit air di 14 lokasi di Bitung, terdapat 534,43 liter per detik. Atau dengan kata lain, idle capacity Perumda Air Minum Duasudara Bitung jauh melebihi dari persyaratan yang hanya 50 liter per detik
“Hasil pengukuruan debit air transmisi pada April 2022 di 14 titik lokasi di Bitung, debit air bervariasi, mulai dari yang terkecil di SPL Sagerat 13,98 liter per detik dan terbesar di mata air Danowudu 1 sebesar 150 liter per detik. Pengukuran ini menggunakan alat UFM atau Ultrasonic Flow meter,” jelas Awaludin Setya, ST M. Eng IPM.
“Berdasarkan data hasil pengukuran didapatkan, debit total air di Bitung 534,43 liter per detik. Dan analisa perhitungan menunjukan tahun 2016 ada 126 idle capacity, tahun 2017 127, tahun 2018 ada 126, tahun 2020 133 dan tahun 2022 ada 142 idle capacity. Oleh karenanya sampai tahun 2022 ini kota Bitung masih memiliki air yang menganggur (idle capacity) dan dapat dimanfaatkan untuk optimalisasi pelayanan dan pengembangan jaringan perpipaan,” pungkas Awaludin dan Robby.
Informasi diterima dari kuasa hukum Raymond, Doan Tagah SH, Kejati Sulut sempat mengembalikan berkas kliennya ke Polda.
“Belum P21. Berkas dikembalikan ke Penyidik Polda Sulut untuk dilengkapi,” singkat Doan, Kamis siang kemarin. (***)