BITUNG – Polemik pembebasan jalan tol di Bitung, terus terjadi hingga hari ini. Pasalnya maraknya penyerobotan lahan masyarakat hingga kini, masih mewarnai pembebasan lahan tol di Bitung.
Seperti yang terpantau Senin (26/7) kemarin, dimana sejumlah ahli waris, memblokir pembangunan tol di Kelurahan Kakenturan I dan Kakenturan II, akibat tidak adanya kejelasan dalam ganti rugi lahan dalam pembangunan tol.
Salah satu ahli waris, Hendra Ekaristi Tatoda, saat diwawancarai mengatakan, penyebab ia bersama keluarganya memblokir pembangunan jalan tol, bukan tanpa alasan.
Sebab pembebasan lahan tol diduga kuat dikendalikan oleh para mafia tanah. Hal itu membuat proses pembebasan lahan pembangunan tol di Bitung sangat janggal.
Sebab di lahan seluas 2,6 hektar peninggalan kakeknya yang sudah dibangun tol, tak ada ganti rugi lahan sama sekali yang diterima keluarganya.
“Apalagi dalam pembebasan lahan tol ini, ada proses yang janggal di mana pihak tol justru hanya membayar ganti rugi bangunan bagi orang yang tinggal di lahan milik kami, namun sampai sekarang tak membayar ganti rugi lahan,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Tatoda mengatakan, ada sebagian lahan yang tak dibayar pada mereka selaku pemilik sah. Malahan dibayar pada orang yang hanya memiliki hak pakai.
“Sebab dalam perkara persidangan, para pihak tak dapat menunjukkan bukti apa pun kepemilikan tanah, sementara kami punya,” ucapnya.
Hendra mengatakan, kebijakan yang sewenang-wenang dalam pembebasan lahan tol, jelas sangat merugikan.
“Untuk itu, saya berharap Wali Kota Bitung Maurits Mantiri, Gubernur Sulut Olly Dondokambey dan Presiden Jokowi tidak menutup mata melihat hal ini,” ujarnya.
Sebab lanjut dia, masyarakat menjadi korban dan proyek ambisius ini karena penyerobotan lahan.
“Kami keluarga berharap agar perlakuan semena-mena ini menjadi atensi khusus kepala daerah, sebab saat ini kami selaku masyarakat, tertindas dengan adanya pembangunan tol,” tandasnya. (GIW)