Penulis:
1) Ns. Frenly F. Muntu untu, S.Kep
2) Ns. Berty I. Kitong, S.Kep
3) Ns. Dewi A. Sudjianto, S.Kep
4) Ns. Conny W. Berikang, S.Kep
(Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta)
Pembimbing :
Dr. Nur Chayati, S.Kep.,Ns.,M.Kep
STROKE adalah salah satu penyebab utama angka kesakitan dan kematian di dunia. Menurut statistik 2014, di Amerika Serikat terdapat penyandang stroke baru sebanyak 795.000. Di mana 610.000 adalah stroke pertama (Caplan, 2016).
Sedangkan stroke iskemik adalah penyebab terbesar dari angka kesakitan dan kematian di United Kingdom, tercatat 120.000 orang setiap tahun mengalami stroke dan 20-30% meninggal dalam 1 bulan (K. Gaba, 2017).
Data di Indonesia sendiri menurut hasil Riskesdas 2018, terjadi peningkatan angka kejadian penyakit stroke dari 7 per 1000 penduduk pada tahun 2013 menjadi 10.9 per 1000 penduduk pada tahun 2018.
Di Indonesia, penderita laki-laki lebih banyak dibandingkan wanita, dan stenosis arteri karotid internal ekstrakranial menyebabkan sekitar 10-15% dari stroke iskemik (Widyawati, 2018).
Salah satu penyebab terjadinya stroke iskemik yaitu aterosklerosis. Di mana aterosklerosis ini merupakan suatu kondisi umum yang dapat ditemukan di arteri terutama pada pembuluh darah tertentu. Seperti aorta, arteri iliaca, arteri koroner, dan arteri intrakranial maupun ekstrakranial.
Dan kejadian ini terutama ditemukan pada usia dewasa dan kemungkinan kejadiannya meningkat seiring bertambahnya usia (Bradac GB, 2017).
Carotid Artery Diseases (CAD) atau penyakit arteri karotis mengacu pada penyempitan pada arteri karotis interna ekstrakranial 50% atau lebih. Dengan derajat stenosis/penyempitan menggunakan metode North American Symptomatic Carotid Endarterectomy Trial (NASCET).
Stenosis arteri karotis dapat bergejala (simptomatik) dan tidak bergejala (asimptomatik). Penyempitan arteri karotis didefinisikan sebagai “gejala” jika dikaitkan dengan gejala dalam 6 bulan sebelumnya.
Dan “tanpa gejala” jika tidak ada gejala sebelumnya yang dapat diidentifikasi atau ketika gejala terjadi lebih dari 6 bulan sebelumnya (Naylor R, 2018).
Sementara beberapa pasien dengan stenosis arteri karotis tidak memiliki gejala, kondisi ini dapat menyebabkan pembentukan gumpalan darah (trombosis), stroke mini (yang mirip dengan stroke tetapi hanya bertahan beberapa menit), dan stroke (di mana arteri memasok darah ke otak tersumbat). Sehingga prosedur CAS adalah alternatif yang memungkinkan bagi pasien.
Arteri karotis adalah dua arteri besar di setiap sisi leher yang berfungsi untuk memasok darah, oksigen menuju ke otak, leher, dan wajah Anda.
Kadang-kadang plak menumpuk di arteri tersebut, yang menghasilkan kondisi yang disebut stenosis arteri karotis (juga dikenal sebagai penyakit arteri karotis). Stenosis berarti bahwa ruang di dalam arteri telah menyempit dan membatasi aliran darah arteri.
Salah satu penanganan pasien dengan CAD ini adalah dengan Stenting Arteri Karotis (CAS). CAS adalah pilihan perawatan minimal invasif untuk secara efektif mengelola penyempitan pada arteri karotis dan mencegah stroke.
CAS adalah perawatan non-bedah di mana kateter (tabung berlubang tipis) digunakan untuk menempatkan stent (tabung logam) di arteri yang mengalami penyempitan untuk memastikan bahwa aliran darah tetap baik. (CIRSE, 2020)
Bagaimana cara kerjanya?
Anda akan diberikan bius lokal untuk prosedur ini. Menggunakan fluoroskopi untuk memantau dan memandu proses, ahli neurologi intervensi yang dibantu oleh tenaga perawat terlatih akan menusuk arteri di pangkal paha/femoralis dengan jarum.
Dan akan memasukkan sebuah kateter ke dalam arteri karotid, kateter akan diarahkan ke area yang menyempit.
Kemudian balon akan mengembang dan mengempis, menekan plak lemak atau penyumbatan pada dinding arteri, memperlebar pembuluh darah dan meningkatkan aliran darah.
Setelah ini, balon akan dipindahkan. Ahli Neurologi intervensi akan menggunakan kateter lain untuk meletakkan stent. Dalam beberapa kasus, akan memperluas stent menggunakan kateter berujung balon lainnya. Stent tetap di tempat sehingga ada bagian yang jelas di arteri Anda. (CIRSE, 2020)
Apa ada komplikasi?
Kemungkinan komplikasi dari CAS diantaranya dapat terjadi spasme, pembentukan gumpalan darah, robeknya dinding arteri dan sindrom hiperperfusi, yang dapat menyebabkan masalah dengan sistem saraf. Kemungkinan mengalami komplikasi di lokasi akses pemasukan kateter, termasuk pendarahan, memar, gumpalan darah, cedera pada arteri yang menyebabkan darah bocor dan keluar dari dinding arteri (disebut pseudoaneurysm) dan perdarahan pada otot dan jaringan di belakang rongga dinding perut.
Banyak dari komplikasi ini dapat diobati tanpa operasi. Pasien mungkin akan mengalami tekanan darah rendah 2-24 jam setelah prosedur, tetapi ini tidak menyebabkan masalah klinis. Meskipun tidak umum, reaksi alergi dapat terjadi akibat zat pewarna (kontras) yang digunakan untuk meningkatkan pencitraan saat tindakan CAS. (CIRSE, 2020)
Peran Perawat Setelah Tindakan CAS?
Peran perawat sebagai edukator sangat penting terhadap pasien yang telah selesai mendapat tindakan CAS, sebab pasien harus mendapatkan dua antiplatelet, dan penggunaan aspirin dan klopidogrel dapat diberikan minimal 4 minggu. Perawat wajib mengedukasi pasiennya agar dapat secara rutin mengkonsumsi obat antiplatet tersebut. Perawat juga akan mengobservasi dan memastikan tidak terjadi komplikasi pasca tindakan khususnya pada area sekitar akses pemasukkan kateter, seperti perdarahan, pembengkakan dan timbulnya reaksi alergi.
Apakah CAS dapat dilakukan di Manado?
Tindakan Carotid Artery Stenting (CAS) ini sendiri sudah dapat dikerjakan di Manado. Bahkan terhitung sejak tanggal 4 Desember 2018 tindakan ini sudah mulai dilakukan untuk pertama kalinya di Sulawesi Utara tepatnya di Ruang Cath Lab RSUP Prof. dr. R. D. Kandou Manado oleh dokter Neurologi Intervensi. Yaitu dr. Gilbert Tangkudung, Sp.S, FINS yang tentunya dibantu oleh tim perawat yang telah terlatih. Tercatat sejak tahun 2018 hingga saat ini sudah ada 6 pasien yang telah dilakukan tindakan CAS tersebut.
Hal ini tentunya sangat membantu masyarakat Sulawesi Utara pada umumnya dan para penderita Carotid Artery Disease (CAD) khususnya, sebab tidak perlu lagi dirujuk ke rumah sakit diluar daerah.
References
Bradac GB. Applied Cerebral Angiography. Cham: Springer International Publishing; 2017. Available from: http://link.springer.com/10.1007/978-3-319-57228-4
Caplan LR, Caplan LR, editors. Caplan’s stroke: a clinical approach. Fifth edition. Cambridge; New York: Cambridge University Press; 2016. 640 p.
K. Gaba, A. H. (2017). EPIDEMIOLOGY AND INDICATIONS FOR REVASCULARIZATION OF CAROTID STENOSES.
Naylor R. Extracranial carotid and vertebral artery disease. In: Aboyans V, editor. ESC CardioMed. Oxford University Press; 2018. p. 2704–
(***)
Post Views: 707
Yuk! baca berita menarik lainnya dari SULUT AKTUAL di
GOOGLE NEWS