MANADO-Alat perangkap nyamuk atau Ovitrap mulai dikenalkan Dinas Kesehatan Sulawesi Utara bekerja sama dengan Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) Kelas 1 Manado.
Dikatakan Kepala Dinas Kesehatan Sulut dr Debie Kalalo MSc PH melalui Kabid P2P dr Steaven Dandel MPH, ini adalah sebuah langkah lanjutan strategis guna menanggulangi peningkatan angka kesakitan dan kematian akibat Demam Berdarah Dengue (DBD) di provinsi ini.
Lanjutnya, cara kerja Ovitrap yaitu sebagai perangkap bagi nyamuk yang bertelur.
Ketika jentik berubah menjadi nyamuk dewasa, nyamuk tersebut tidak bisa ke mana-mana dan akhirnya mati dalam perangkap itu.
Tujuan utama dikenalkan Ovitrap, sebut Dandel, yaitu untuk menurunkan populasi nyamuk di dalam rumah. Dan merubah persepsi masyarakat selama ini yang terlalu terpaku pada fogging (pengasapan) sebagai satu-satunya cara mencegah DBD.
Introduksi teknologi Ovitrap, kata Dandel, telah mulai digencarkan di Kota Manado yang banyak dilaporkan kasus DBD.
Bertempat di Aula Kantor Camat Paal Dua, Ranomuut, Kota Manado, tim telah mengenalkan teknologi sederhana ini kepada para kepala lingkungan.
Supaya dapat mengontrol jentik nyamuk Aedes Aegypti di lingkungan masing-masing, yang diketahui sebagai pembawa dan penjangkit virus Demam Berdarah.
“Kami juga akan mengenalkan teknologi Ovitrap bagi seluruh kabupaten/kota se-Sulut,” sebut Dandel.
Dandel menambahkan, pihaknya mengakui bahwa peningkatan kasus DBD ini adalah akibat fogging (pengasapan) di masa lampau yang tidak diikuti dengan edukasi kepada masyarakat.
Kemudian akhirnya membuat fogging menjadi brand (merek) satu-satunya yang dikenal oleh masyarakat dalam mencegah DBD.
Padahal itu salah. Karena fogging bukan untuk mencegah tapi hanya membatasi penyebaran kasus.
Karenanya, dalam standard operasional prosedur (SOP), fogging hanya bisa dilakukan di lokasi yang ada kasus terkonfirmasi. Tepatnya di radius 100 meter dan bukan dilaksanakan sebelum ada kasus DBD.
Mengapa prosedur ini amat ketat. Pertama, insektisida yang disemprotkan dalam kegiatan fogging merupakan zat toxic yang sifatnya melumpuhkan saraf nyamuk.
Pada dosis yang tepat tidak akan berbahaya bagi manusia. Tapi ketika dilakukan berulang-ulang pada lokasi yang sama, akan menyebabkan residu (zat tertinggal) di dalam rumah kita. Akhirnya dalam jangka panjang menyebabkan masalah kesehatan lainnya.
Kedua, beberapa penelitian yang ada di Sulawesi Utara memberikan kesimpulan telah terjadi kekebalan (resistensi) dari nyamuk terhadap zat-zat insektisida ini.
“Angkanya ada di sekitar 30 persen. Artinya, ketika dilakukan fogging, nyamuk masih bisa bertahan hidup. Sementara dosis insektisida tidak bisa ditingkatkan karena akan berbahaya bagi tubuh manusia,” pungkas Dandel.
(*/redaksi)
Post Views: 498
Yuk! baca berita menarik lainnya dari SULUT AKTUAL di
GOOGLE NEWS dan Saluran
WHATSAPP