MANADO — Pajak rokok Sulut tahun 2018 ditargetkan Rp157.887.500.000. Jika mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 28 Tahun 2018 tentang JKN (Jaminan Kesehatan Nasional), daerah yang dipimpin Gubernur Sulut Olly Dondokambey bakal menopang JKN sebesar Rp59.207.812.500 jika pajak rokok terealisasi 100% dari target.
Mekanismenya, dari 50% pajak rokok untuk daerah, sebanyak 75% akan diambil pemerintah pusat untuk disalurkan ke program JKN.
Sesuai rilis resmi Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Sulut yang dipimpin Olvie Atteng SE MSi tersebut, realisasi pajak rokok per 31 Oktober 2018 sudah mencapai Rp129.307.706.863 atau 81.90%.
Di sisi lain, Kepala BPJS Kesehatan Cabang Manado melalui Kabid Kepesertaan Adi Rengkung, mengakui pemanfaatan pajak rokok bakal sangat membantu kelanjutan program JKN.
Hal yang sama juga diutarakan sejumlah peserta JKN-KIS. Menurut mereka program ini sudah selayaknya didukung secara finansial. Apalagi penyelenggaraan JKN menyeluruh membutuhkan dana yang sangat besar.
Sementara itu, dikutip dari www.online-pajak.com, menyebutkan dalam Perpres Nomor 28 Tahun 2018 ini, pemerintah bisa menggunakan sebagian porsi pajak rokok yang menjadi hak pemerintah daerah baik propinsi, kota dan kabupaten untuk dialokasikan ke program JKN. Termasuk di antaranya menutup defisit yang dialami BPJS Kesehatan.
Pajak rokok sendiri memiliki pengertian berbeda dengan cukai rokok, baik dari cara pungutan maupun besaran pungutannya. Pajak rokok dapat diartikan sebagai pungutan atas cukai yang dipungut pemerintah.
Sedangkan cukai rokok adalah pungutan terhadap rokok dan produk tembakau lainnya, termasuk cigaret, cerutu dan rokok daun. Pembebanannya pun berbeda. Kalau cukai rokok dibebankan kepada perokok, sementara pajak rokok dibebankan kepada produsen rokok.
Perhitungan pajak rokok yang digunakan dewasa ini adalah menggunakan pengukuran berdasarkan harga jual eceran atau HJE. Misalnya, kalau HJE rokok dipatok Rp 1.000 per batang, maka penghitungannya adalah sebagai berikut:
Cukai rokok: 40% x Rp 1.000 = Rp 400
Pajak rokok: 10% x Rp 400 = Rp 40
Nah, Rp40 inilah yang masuk dalam kas pemerintah daerah. Jadi, bayangkan saja berapa besar pajak rokok yang diterima daerah setiap tahun. Tentu besar sekali, sebab bisa dibilang Indonesia merupakan surga perokok, di mana angka penjualan rokok sangat tinggi.
Terkait dengan penggunaan pajak rokok untuk menambal defisit BPJS Kesehatan, Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa penerapannya sudah sesuai dengan aturan dan didukung pula oleh pemerintah daerah.
Presiden mengemukakan bahwa pada akhirnya daerah menjadi pihak yang akan menerima manfaat dari pajak rokok ini. Pasalnya, dana yang dipotong untuk JKN akhirnya akan bermanfaat pula bagi pelayanan kesehatan di daerah.
Pada satu sisi, Kemenkeu menyatakan pemotongan pendapatan pajak rokok dari pemerintah daerah berpotensi memberikan kontribusi sebesar Rp1,1 triliun untuk BPJS Kesehatan.
(Harry)