JAKARTA — Tersangka kasus suap pengurusan perizinan proyek pembangunan Central Business District (CBD) Neneng Hasanah Yasin, resmi ditahan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Neneng mengenakan baju kuning dan kerudung abu-abu bermotif dengan dibalut rompi tahanan oranye. Kader Partai Golkar itu keluar dari ruang pemeriksaan sekitar pukul 19.45 WIB, Selasa (16/10).
Neneng tak menggubris pertanyaan awak media yang menunggunya di depan pintu lobi Gedung KPK, Jakarta. Dia memilih berjalan dan menerobos barisan wartawan.
Neneng tak menjawab saat soal dugaan aliran uang Rp7 miliar yang diterimanya dari Direktur Operasional Lippo Group, Billy Sindoro. Dia tak acuh dan berusaha melewati kerumunan pewarta.
Neneng bergeming saat disinggung janji Rp13 miliar dari Lippo Group. Bupati Bekasi dua periode itu memilih terus berjalan dan masuk ke dalam mobil tahanan KPK. Sampai di dalam mobil, Neneng tetap bungkam.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan Neneng ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK. Orang nomor satu di Kabupaten Bekasi itu, kata Febri, akan ditahan untuk 20 hari pertama.
Dalam kasus dugaan suap ini, Neneng dan Billy ditetapkan sebagai tersangka bersama tujuh orang lainnya.
Mereka yang ditetapkan sebagai tersangka di antaranya, pegawai Lippo Group Henry Jasmen, dua konsultan Lippo Group yaitu Taryudi dan Fitra Djaja Purnama.
Kemudian Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Bekasi Sahat M Nohor, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Bekasi Kabupaten Dewi Tisnawati, serta Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Bekasi Neneng Rahmi.
Selain Neneng, sejumlah tersangka lainnya juga telah ditahan di lokasi berbeda. Billy ditahan di Rutan Polda Metro Jaya.
Henry dan Sahat ditahan di Rutan Polres Jakarta Timur. Kemudian Taryudi dan Jamaludin ditahan di Rutan Polres Jakarta Pusat. Selanjutnya Fitra dan Dewi ditahan di Rutan Polres Jakarta Selatan.
Sementara itu di tempat terpisah, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menyatakan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) sempat menelepon dirinya saat mendengar kasus Meikarta yang disebutkan berkaitan dengan PUPR. Basuki pun menerangkan dirinya telah menjelaskan perihal PUPR yang dimaksudkan dalam kasus tersebut bukan bagian dari jajaran kementerian yang ia pimpin.
“Presiden telepon saya padahal itu kan bisa saja provinsi atau kabupaten/kota bukan hubungan kementerian. Istri saya saja telepon karena PUPR deketan,” tutur Basuki saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (16/10).
“Dinas itu bupati. SKPD tapi Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, bukan Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat,” ia menegaskan.
(sumber: cnnindonesia.com)